PADRIRESTAURANT – Pengusaha pasti mengalami jatuh bangun, dan ketika jatuh, mereka harus bangkit lagi. Begitu terus hingga meraih kesuksesan. Hal ini jelas terlihat dalam perjalanan mendiang taipan properti Ir Ciputra.

Ciputra mengalami masa sulit saat ditinggalkan partner bisnis saat menggarap kawasan Bintaro, yang dulu hanya hamparan lahan luas kini berkembang pesat di Selatan Jakarta. Kisah ini dimulai saat Ciputra terlibat dalam proyek Pasar Senen dan Ancol. Di sela-sela itu, ia menemani seorang teman untuk membeli tanah di Bintaro. Melihat hamparan lahan yang asri, Ciputra membatin, “Jika saya bisa memiliki ribuan hektare tanah di sini, saya bisa membangun kota satelit.”

Sebagai seorang visioner, Ciputra sudah bisa meramalkan kepadatan Jakarta di era 1980-an. Ia menggagas pembentukan kawasan pendukung, tetapi banyak yang meragukannya, termasuk pejabat Pemda DKI Jakarta yang meremehkan idenya.

Namun, Ciputra tetap bertekad. Bersama dua sahabatnya dari ITB, Ismail Sofyan dan Budi Brasali, ia mulai mencicil membeli tanah di Bintaro melalui Metropolitan Development. Mereka juga mengajak Grup Obayashi dari Jepang untuk berinvestasi. Sayang, Obayashi mengalami masalah keuangan, memaksa Ciputra menjual saham mereka ke PT Jaya.

Pada 1980, Ciputra dan tim mulai membangun Bintaro secara bertahap di bawah PT Jaya Real Property. Setiap ada dana masuk, mereka terus menambah lahan hingga ribuan hektare.

“Saya bertekad menjadikan tanah ini sebagai kawasan hunian yang unik di Indonesia,” ujarnya. Kini, Bintaro telah menjelma menjadi kawasan hunian kelas menengah atas dengan infrastruktur lengkap, termasuk bisnis, pendidikan, dan hiburan.

Keberadaan fasilitas yang lengkap menarik banyak warga Jakarta untuk pindah ke Bintaro, seperti Poernomo Gontha Ridho yang hijrah dari Kebayoran. Akses transportasi yang mudah dengan dua akses tol dan feeder MRT menjadikan Bintaro pilihan yang menarik. Cerita Ciputra adalah bukti nyata bahwa kegigihan dan visi bisa mengubah tantangan menjadi peluang.